Untuk versi doc dapat diakses di http://bit.ly/2hGH100
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kerajaan Buleleng merupakan Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali.
Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh
Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong,
Penempahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian
utara. Buleleng tereletak dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering
disinggahi kapal-kapal.
Wangsa (dinasti) Warmadewa adalah
keluarga bangsawan yang pernah berkuasa di Pulau Bali. Pendiri dinasti ini
adalah Sri Kesari Warmadewa, menurut riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa
sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut dalam prasasti Blanjong di Sanur dan
menjadikannya sebagai raja Bali pertama yang disebut dalam catatan tertulis.
Menurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut Buddha Mahayana yang
ditugaskan dari Jawa untuk memerintah Bali. Dinasti inilah yang memiliki
hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad
ke-10 hingga ke-11.
Kerajaan Tulangbawang adalah salah
suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di
sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah
yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah
mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang
peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang
P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau
Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang
yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.
Jika dilihat dai hasil temuan dan
penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, yaitu pada
tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan adanya sebuah
pusat kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan
Kerajaan Sriwijaya.
2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana kehidupan politik,
ekonomi, sosial, dan agama Kerajaan Buleleng?
b.
Bagaimana kehidupan politik,
ekonomi, sosial, dan agama Keraajaan Tulangbawang?
c.
Bagaimana kehidupan politik,
ekonomi, sosial, dan agama Keraajaan Kota Kapur?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kerajaan Buleleng
a.
Kehidupan Politik
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan
prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan
Sriwijaya yang gagal menaklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan
tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan
pemerintahan baru. Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan
Dinasti Warmadewa.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana
Warmadewa. Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan
Anak Wungsu. Selanjutnya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang
Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja
Udayan menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini
dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan
keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber
kebenaran hukum karena selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun
beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan
Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring).
Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya yaitu Anak Wungsu. Ia
berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan
dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan
penasehat pusat yang disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini
berkewajiban memberikan tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai
permasalahan yang muncul.
Pendiri dinasti Warmadewa adalah Sri Kesari Warmadewa, menurut
riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya
disebut-sebut dalam prasasti Blanjong di Sanur dan menjadikannya sebagai raja
Bali pertama yang disebut dalam catatan tertulis.
b.
Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sosial Kerajaan Buleleng, masyarakat Bali, tidak
terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang
paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut
1)
Terdapat pembagian
golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya.
2)
Masing-masing golongan
mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan.
3)
Pada masa Anak Wungsu dikenal
adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande
tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga,
senjata, perhiasan dan lain-lain.
Hasil budaya
kerajaan buleleng antara lain :
1)
Prasasti
2)
Cap Materai kecil dari tanah
liat yang disimpan dalam stupa kecil
3)
Arca misalnya arca durga.
4)
Dua kitab undang-undang yang
dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan
Rajawacana/Rajaniti.
c.
Kehidupan Ekonomi
Pada zaman keemasan Dinasti Warmadewa, kegiatan yang paling
terkenal dari kerajaan ini adalah perdagangan, dengan barang dagangan
berupa, beras, asam, kemiri, dan hasil pertanian lainnya. Diketahui juga bahwa kerajaan ini sudah
menggunakan alat tukar berupa uang dengan nama ma su dan piling.
Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil
pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng
barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri,
dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain.
Menurut prasasti yang disimpan di desa Sembiran yang berangka
tahun 1065 M ini perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan
pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Prasasti
itu memiliki arti, “andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan
jukung bahitra berlabuh di manasa...”
Dengan perkembangan perdagangan laut antar pulau di zaman kuno
secara ekonomis Buleleng meiliki peranan yang penting bagi perkembangan
kerajaan-kerajaan di Bali, misalnya Kerajaan Dinasti Warmadewa.
d.
Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi
ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden
berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu
Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan
penemuan unsur-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura
Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat
peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan
brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng
menganut agama Hindu Waesnawa.
2.
Kerajaan Tulangbawang
a.
Kehidupan Politik
Kerajaan Tulang Bawang berdiri sekitar abad ke 4 masehi dengan rajanya pertama yang bernama Mulonou. Diperkirakan,
raja ini asal-usulnya berasal dari daratan Cina. Dari namanya, Mulonou Jadi
berarti Asal Jadi. Mulonou= Asal/Mulanya dan Jadi= Jadi. Raja Mulonou Jadi pada
masa kemudiannya oleh masyarakat juga di kenal dengan nama Mulonou Aji dan
Mulonou Haji.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang menyebut, saat
itu Kerajaan Sriwijaya telah berkuasa dan ekspedisinya menaklukkan
daerah-daerah lain, terutama dua pulau yang berada di bagian barat Indonesia.
Sejak saat itu, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang yang sempat berjaya
akhirnya lambat laun meredup seiring berkembangnya kerajaan maritim tersebut.
Semasanya, daerah ini telah terbentuk suatu pemerintahan
demokratis yang di kenal dengan sebutan marga. Marga dalam bahasa Lampung di
sebut mego/megou dan mego-lo bermakna marga yang utama. Di mana pada waktu
masuknya pengaruh Devide Et Impera, penyimbang marga yang harus ditaati pertama
kalinya di sebut dengan Selapon. Sela berarti duduk bersila atau bertahta.
Sedangkan pon/pun adalah orang yang dimulyakan.
b.
Kehidupan Sosial
Kebudayaan Tulang Bawang adalah tradisi dan kebudayaan lanjutan
dari peradaban Skala Brak. Karena dari empat marganya, yaitu Buai Bulan, Buai
Tegamoan, Buai Umpu dan Buai Aji, di mana salah satu buai tertuanya adalah Buai
Bulan, yang jelas bagian dari Kepaksian Skala Brak Cenggiring dan merupakan
keturunan dari Putri Si Buai Bulan yang melakukan migrasi ke daerah Tulang
Bawang bersama dua marga lainnya, yakni Buai Umpu dan Buai Aji.
Dengan demikian, adat budaya suku Lampung Tulang Bawang dapat
dikatakan lanjutan dari tradisi peradaban Skala Brak yang berasimilasi dengan
tradisi dan kebudayaan lokal, yang dimungkinkan sekali telah ada di masa
sebelumnya atau sebelum mendapatkan pengaruh dari Kepaksian Skala Brak.
c.
Kehidupan Ekonomi
Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat
Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat
kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan
selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan
kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal
sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada
hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan.
d.
Kehidupan Agama
Ketika syiar ajaran agama Hindu sudah masuk ke daerah Selapon,
maka mereka yang berdiam di Selapon ini mendapat gelaran Cela Indra atau dengan
istilah yang lebih populer lagi di kenal sebutan Syailendra atau Syailendro
yang berarti bertahta raja
3.
Kerajaan Kotakapur
a.
Kehidupan Politik
Di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah
inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (686
Masehi), telah ditemukan peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah
arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan arkeologi
tersebut terlihat kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak
Hindu-Waisnawa, seperti di Kerajaan Tarumanegara. Temuan lain yang penting dari
situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh
berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah.Tanggul ini
menunjukkan angka tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut
dibangun sekitar pertengahan abad ke-6. Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya
ditandai dengan inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka
(686 Masehi), isinya tentang dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Sejak
dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah
kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
b.
Kehidupan Sosial
Aspek kehidupan sosial di kotakapur sampai
makalah ini dibuat masih diteliti dan dikaji, sehingga belum ada infotmasi
mengenai kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Kotakapur
c.
Kehidupan Ekonomi
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya berkaitan dengan peranan
selat bangsa sebagai pintu gerbang dari pelayaran niaga Asia Tenggara pada
waktu itu.
d.
Kehidupan Agama
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di
Kota Kapur tahun 1994, diperoleh petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah
pusat kekuasaan di daerah itu sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat
kekuasaan ini meninggalkan temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan
candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu, di
antaranya dua buah arca.